π Grow and Grow in:
1.Memahami
pernyataan
Yesus
“Akulah
Jalan,
Kebenaran
dan
Hidup”
2.Memahami
bahwa
Yesus
adalah
kebenaran
dan satu-satunya
jalan
keselamatan
bagi
setiap
orang percaya
menujui
surga.
3.Meyakini bahwa di dalam Yesus ada jaminan
keselamatan
dan
pengharapan
akan
hidup
yang kekal
di
surga.
π Bahan Cerita
Bible Exploring
Akulah Jalan
Ketika Tuhan Yesus tahu bahwa waktu-Nya telah hampir tiba, maka sebelum meninggalkan
murid-murid-Nya, Dia berpesan supaya mereka saling mengasihi. Dia menenangkan hati para
murid-Nya agar tidak sedih dan gelisah.
Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus memberikan “pesan perpisahan” untuk mempersiapkan murid-murid ketika Ia tidak lagi berada di tengah-tengah mereka secara jasmani.
Bayangkan ketakutan para
murid ketika Yesus berbicara tentang KepergianNya. Kemana Ia akan pergi? Bagaimana mereka akan bertahan hidup tanpa Dia? Bagaimana mereka bisa sampai ke tempat Ia pergi? Menyadari ketakutan tersebut, Yesus menghibur domba-Nya dengan memberi mereka kedamaian nyata - damai yang
bertumpu pada Kristus yang
adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup.
Orang Yahudi mengetahui banyak tentang jalan Tuhan, yang di atasnya manusia harus berjalan. Dan Yesus Kristus berkata, "Akulah
jalan."
Apakah yang
Ia maksudkan? Seandainya kita berada dalam kota yang asing dan menanyakan jurusan. Seandainya orang yang ditanyai itu menjawab,
"Ambillah jalan yang
pertama ke kanan, dan jalan yang
kedua ke kiri. Lintasilah taman, kemudian lewati sebuah gedung gereja, ambillan jalan ketiga ke kanan, dan jalan yang
Saudara cari adalah yang
keempat di sebelah kiri."
Kemungkinan besar kita sudah tersesat sebelum separoh jalan. Tetapi seandainya
orang yang ditanyai itu berkata,
"Marilah, saya akan menunjukkan jalan itu."
Dalam hal yang
demikian itu,
orang itu sendiri yang
menjadi jalan, dan kita tidak mungkin lagi tersesat.
Itulah yang
Yesus Kristus lakukan. Dia tidak hanya memberi nasehat dan pengarahan. Dia tidak mengatakan tentang jalan itu, tetapi Dia adalah jalan tersebut.
Pertanyaan 1
Kemanakah Kristus akan membawa kita melalui diriNya sebagai jalan?
Pertanyaan 2
Kristus tidak mengatakan bahwa Ia adalah sebuah jalan (A Way) di antara jalan lainnya, tetapi Ia mengatakan bahwa Ia adalah satu-satunya jalan (The Way). Lihat Kisah para Rasul 4:12 sebagai referensi.
Apa pendapat kamu tentang pernyataan fenomenal ini?
Akulah Kebenaran
Banyak orang, bahkan nabi-nabi telah menceritakan tentang kebenaran, tetapi tidak ada
orang yang pernah mengatakan seperti yang
Tuhan Yesus katakan "Akulah
Kebenaran" .
Kata "kebenaran"
(Yunani, αληθΡια – alΓͺtheia) dalam Yohanes 14:6
adalah kata yang sangat spesifik, merujuk pada kebenaran yang hakiki, sebenar-benarnya.
αληθΡια – alΓͺtheia, adalah kebenaran secara moral,
αληθΡια – alΓͺtheia juga merupakan bahasa hukum yang
bermakna
"duduk perkara yang
nyata"
yang dibuktikan dengan realita dan pernyataan-pernyataan yang
dipakai oleh para
pihak dalam sebuah pengadilan.
Dalam ilmu tentang sejarah,
kata αληθΡια – alΓͺtheia bermakna 'duduk perkara yang
nyata yang
dikontraskan dengan dongeng‘.
Dalam ilmu filsafat αληθΡια – alΓͺtheia bermakna, hal yang
sungguh-sungguh nyata, dalam arti yang
mutlak.
Discuss about TRUTH - Michael Fackerell : “All is relative!”
- Teori Relativitas dari Albert Einstein
- 2 macam kebenaran :
Kebenaran SubyektifKebenaran ObjektifDijembatani dengan membuat perjanjian bersama. Tapi ini pun relatif
αληθΡια – alΓͺtheia = truth, but not merely truth as spoken;
truth of idea, reality, sincerity, truth in the moral sphere, divine truth
revealed to man, straightforwardness.
http://biblehub.com/greek/225.htm
Dalam pernyataan ini, Yesus kembali menekankan diri-Nya sebagai “kebenaran satu-satunya”Mazmur 119:142 berkata “Your law is the truth.” Yesus sedang memperlihatkan bahwa diri-Nya sama dengan Hukum Allah sebagai standard otoritas dari kebenaran.
Pada kenyataannya, Yesus datang untuk menggenapi Taurat dan kitab para Nabi (Matius 5:17). Yesus yang adalah inkarnasi dari Firman Allah merupakan Sumber Kebenaran.
Pertanyaan 3Sekali lagi Kristus menyatakan bahwa Ia adalah satu-satunya Kebenaran yang sejati. Dengan demikian, Ia juga telah memberikan pernyataan yang mutlak/absolut mengenai kebenaran hanya ada di dalam diriNya.Apa pendapat kamu tentang filsafat dunia yang mengatakan: “Tak ada kebenaran mutak. Semuanya adalah relatif”?
Pertanyaan 4Apakah pengertian dari Kristus adalah kebenaran?
Akulah Hidup
Apa yang dicari oleh manusia adalah KEHIDUPAN. Bukan hanya pengetahuan untuk diketahui, melainkan apa yang membuat kehidupan itu berharga untuk dihidupi.Kasih membawa kehidupan. Itulah yang dilakukan oleh Yesus Kristus.Pernyataan “Akulah Hidup” menyatakan secara jelas bahwa Yesus Kristus adalah sumber kehidupan.
Yesus Kristus dalam Yohanes 14:6 ini menyatakan diri-Nya adalah YHWH, Allah Israel.Dalam Alkitab PL sudah dinyatakan bahwa Sang Juruselamat itu hanya YHWH saja: Tidak ada Juruselamat lain kecuali YHWH! Dan YHWH telah turun ke dunia untuk misi keselamatan bagi kamu dan saya.
Tuliskanlah
Yohanes 3:16
Bagaimana kaitan Yohanes 14:6-7 dengan Ibrani 10:19-21
Yesus yang adalah Allah Anak menyatakan diri-Nya sebagai:
JALAN: Tidak ada jalan lain untuk menuju Surga, tidak ada jalan lain menuju kepada Bapa.
KEBENARAN: merujuk pada kebenaran yang hakiki, sebenar-benarnya. Yesus yang adalah inkarnasi dari Firman Allah merupakan Sumber Kebenaran.
HIDUP: manusia ingin memperoleh kehidupan yang berharga untuk dihidupi. Yesus adalah Sumber Kehidupan. Kasih yang Ia berikan membawa kehidupan bagi orang yang percaya kepada-Nya.
Apakah yang Ia maksudkan? Seandainya kita berada dalam kota yang asing dan menanyakan jurusan. Seandainya orang yang ditanyai itu menjawab, "Ambillah jalan yang pertama ke kanan, dan jalan yang kedua ke kiri. Lintasilah taman, kemudian lewati sebuah gedung gereja, ambillan jalan ketiga ke kanan, dan jalan yang Saudara cari adalah yang keempat di sebelah kiri." Kemungkinan besar kita sudah tersesat sebelum separoh jalan. Tetapi seandainya orang yang ditanyai itu berkata, "Marilah, saya akan menunjukkan jalan itu." Dalam hal yang demikian itu, orang itu sendiri yang menjadi jalan, dan kita tidak mungkin lagi tersesat.
Itulah yang Yesus Kristus lakukan. Dia tidak hanya memberi nasehat dan pengarahan. Dia tidak mengatakan tentang jalan itu, tetapi Dia adalah jalan tersebut.
Kata "kebenaran" (Yunani, αληθΡια – alΓͺtheia) dalam Yohanes 14:6 adalah kata yang sangat spesifik, merujuk pada kebenaran yang hakiki, sebenar-benarnya.
αληθΡια – alΓͺtheia, adalah kebenaran secara moral, αληθΡια – alΓͺtheia juga merupakan bahasa hukum yang bermakna "duduk perkara yang nyata" yang dibuktikan dengan realita dan pernyataan-pernyataan yang dipakai oleh para pihak dalam sebuah pengadilan.
Dalam ilmu tentang sejarah, kata αληθΡια – alΓͺtheia bermakna 'duduk perkara yang nyata yang dikontraskan dengan dongeng‘.
Dalam ilmu filsafat αληθΡια – alΓͺtheia bermakna, hal yang sungguh-sungguh nyata, dalam arti yang mutlak.
- Teori Relativitas dari Albert Einstein
- 2 macam kebenaran :
Kebenaran Subyektif
π Alat PERAGA:
Klik disini.
ππ‘ Let's Memorized:
Yohanes 14:6-7Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat
ππ‘ Let's Memorized:
πTugas Orangtua:
Papa dan Mama, bacalah artikel : “How can Jesus be
the only way to God?”. Bagaimana pendapat Papa dan Mama mengenai artikel ini? Kemudian bersama anak doakanlah dan pikirkanlah suatu cara untuk dapat menyampaikan bahwa Yesus adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup kepada anggota keluarga/saudara/teman yang belum mengenal Kristus.
Bagaimana Papa, Mama dan Anak melakukannya?
πΌπΈSing a Song
.............
ππArtikel Pendukung:
Ada Dua Macam Kebenaran
OPINI | 26 December 2012 | 06:51
Dibaca: 524
Komentar: 0
1 inspiratif
Jika ada yang bertanya,
kota New York itu berada di timur Jakarta atau di barat Jakarta? Jawabannya
mungkin beragam, ada yang bilang ‘barat’ dan ada pula ada yang jawab ‘timur’.
Jawaban keduanya punya alasan masing-masing. Misalnya, coba saja Anda terbang
ke arah timur pasti akan tiba di kota New York? Tapi, bukankah begitu pula jika
kita terbang mengelilingi bumi ke arah ke bvarat?
Contoh lain, poligami di
dunia barat dianggap tak bermoral, tapi dalam budaya Indonesia dianggap biasa
saja. Di Jepang nyerobot antrian dianggap tak bermoral, dalam budaya Indonesia
hal tersebut masih dianggap biasa. Di pedalaman papua, orang berjalan di depan
umum hanya pakai koteka adalah hal yang biasa, tapi jangan lakukan hal itu di
jalanan kota Bandung, sebab kau akan dianggap gila.
Jadi, mana yang benar?
Nah, banyak orang
berdebat tentang kebenaran. Masing-masing mengklaim diri sebagai yang paling
benar. Aneka argumen dan alasan dimuntahkan. Bahkan, ada yang sampai berakhir
dengan caci maki dan kekerasan fisik. Saya sendiri hanya mengenal dua kebenaran
dalam hidup ini, yaitu kebenaran subjektif dan kebenaran objektif.
Kebenaran Subjektif
Kebenaran subjektif
adalah kebenaran yang melibatkan persepsi pengamatnya, sering pula disebut
kebenaran relatif. Seorang aktivis posmo yang bernama Michael Fackerell pernah
mengucapkan suatu slogan yang berbunyi “All is relative” (Semua adalah
relatif). Ya, semuanya adalah relative. Benar bagi anda belum tentu benar bagi
yang lainnya, tidak ada kebenaran yang benar-benar mutlak.
Bahkan, Einstein pernah
mengemukakan suatu teori yang disebut teori relativitas. Secara sederhana teori
ini menyebutkan bahwa kecepatan/laju suatu benda amat tergantung pada keadaan
si pengamat atau benda lain yang menjadi pembandingnya. Kecepatan tank T-72
yang dikendarai tentara Garda Republik saat perang Irak akan mempunyai angka
yang berbeda jika dilihat dari helikopter Apache yang terbang diam di dekatnya
dan jika dilihat dari pesawat tempur F-16 yang sedang memburunya.
Amrozi Cs ngebom
sana-sini, ratusan orang tewas, ratusan orang pula kehilangan orang-orang
tersayangnya. Apa yang ia katakan “saya melakukan ini karena saya yakin hal ini
benar”. Cuiiihh…lihat…orang gila yang kini di neraka itu mengatakan bahwa
dirinya melakukan sesuatu yang benar. Ya….kebenaran memang subjektif, relatif,
tergantung pada persepsinya masing-masing.
Tidak ada yang betul-betul
salah atau benar mengenai apapun. Apa yang mungkin “benar bagi Anda” tidak
berarti “benar bagi saya.”
Kebenaran Objektif
Kebenaran objektif
adalah kebenaran apa adanya tanpa melibatkan persepsi pengamatnya. Kebenaran
ini melibatkan persesuaian antara apa yang diketahui dengan fakta sebenarnya.
Umpamanya, binatang kaki seribu memiliki kaki 1000. Setelah diteliti ternyata
binatang kaki seribu hanya memiliki 666 kaki, karena pengetahuan tidak sesuai
dengan obyek maka pernyataan dianggap keliru. Namun saat dinyatakan binatang
kaki seribu memiliki kaki 666, maka pernyataan dianggap benar.
Menurut ilmu fisika,
kecepatan cahaya di ruang hampa akan selalu sama dari sudut manapun seorang
pengamat melihatnya. Kecepatan cahaya tidak pernah relatif dan selalu terhadap
pengamat. Kecepatan cahaya selalu benar dari sudut mana pun seorang pengamat
melihatnya. Begitu pula dengan hukum-hukum fisika lainnya, ia berlaku sama di
manapun dan kapanpun di alam semesta ini dan tidak bergantung pada persepsi
pengamatnya. Ini adalah contoh kebenaran objektif.
Matematika dan sains
mendekati kebenaran objektif, maka orang sering menyebutnya dengan ilmu pasti.
Saya katakan mendekati, karena terkadang unsur subjektivitas tetap ada.
Misalnya, bila ditanyakan berapa 2 ditambah 2 pasti spontan dijawab 4, namun
justru ada beberapa jenis soal yang sebaiknya 2 ditambah 2 tidak dijawab 4
namun hasil mutlak dari akar 16. Hal ini ditujukan supaya soal dapat dikerjakan
dengan efisien.
Berikut ini adalah
contoh lain yang tidak serius, misal: bagi tukang cuci-cetak foto lain lagi.
Jika ditanya 2 x 3 berapa hasilnya? Jawabnya ada yang mengatakan Rp 500, Rp
1.000, Rp 2.000. Padahal, dalam ilmu pasti hasil perkalian 2 x 3 sama dengan 6.
Di beberapa swalayan bahkan jika Rp 10.000 uang yang kita miliki dibelikan Rp
9.500 untuk harga sebungkus roti bagelen hasilnya bisa berupa sebungkus roti
bagelen dan 3 buah permen. Padahal yang benar adalah si pembeli mendapat
sebungkus roti bagelen dan uang kembalian Rp 500. Objektif yang menjadi
subjektif bukan?
Jadi, suatu objek dapat
didekati secara subjektif, bahkan di ranah kebenaran objektif sekalipun.
Begitulah, semua objek bisa dipersepsi secara berbeda. Objeknya sama, tetapi
persepsinya yang berbeda. Dulu matahari dianggap mengelilingi bumi, tetapi
kemudian ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa bumi-lah yang mengelilingi
matahari. Objeknya sama, faktanya sama, tidak berubah, dan itu-itu saja, hanya
persepsinya yang berubah.
Kalau begitu relativitas
bisa menimbulkan kekacauan atau ketidakpastian, karena masing-masing orang
sangat mungkin memiliki persepsi atau pemahaman yang berbeda, misalnya dalam
norma-norma sosial?
Betul.
Lalu, apa yang kita
perlukan dalam ketidakpastian ini?
Jawabnya: menetapkan
konsensus bersama.
Ya acuan. Jika kita
berpegang pada acuan yang telah menjadi kesepakatan bersama, saya pastikan
tidak akan terjadi kekacauan. Konsensus dalam bernegara adalah undang-undang,
atau dalam tingkat internasional ada Piagam HAM atau perjanjian antarnegara,
itulah yang harus jadi acuan. Sepanjang Anda tidak melanggar undang-undang yang
telah ditetapkan, seharusnya setiap tindakan Anda tak perlu dipermasalahkan.
Misal, perkara seks
pranikah banyak pendapat yang pro dan kontra. Ya ….kita kembalikan saja pada
acuan yang telah disepakati bersama, yaitu undang-undang. Adakah KUHP mengatur
hal ini? Adakah KUHP menyebutnya sebagai pelanggaran hukum? Tidak ada. Selesai
toh.
Instrumen undang–undang
dibuat untuk menyamakan persepsi masyarakat agar mendekati hanya satu persepsi
saja. Tapi, harus diingat pula bahwa yang membuat undang-undang adalah manusia
juga yang memiliki subjektivitas, sehingga sangat mungkin suatu undang-undang
dibuat dalam kondisi subjektif sehingga terkadang menjadi bias dan
multiinterpretasi. Tetapi, minimal kita telah memiliki acuan yang telah disepakati
bersama.
Lalu, bagaimana dengan
kitab suci, apakah bisa menjadi acuan? Dalam kultur masyarakat yang homogen
satu keyakinan mungkin bisa diterapkan, tetapi dalam kultur masyarakat yang
heterogen dengan keyakinan yang beragam tidak mungkin dilakukan. Hal ini karena
hanya akan menimbulkan anak emas bagi satu keyakinan dan diskriminasi bagi
penganut keyakinan lainnya. Lihat saja, kitab suci dianggap sebagai kebenaran
hanya oleh penganutnya. Di luar penganutnya, semua yang tertera dalam kitab
suci akan dianggap sebagai dongeng, yang sama nilainya dengan isi novel Harry
Potter.
Perbedaan persepsi dalam
memandang kebenaran suatu objek pada hakikatnya bukanlah suatu pembeda yang
saling menghancurkan satu sama lain, namun merupakan pelengkap yang saling menyempurnakan.
Berpikir positif, saling menghargai, toleransi, dan rasa kebersamaan akan
meminimalisir akibat dari perbedaan persepsi atas suatu objek. Kuncinya?
Kembali kita harus mengacu pada acuan yang telah disepakati bersama.
Tak Ada Kebenaran
Mutlak: All is Relative.
Oh ya, ….opini ini pun
relative, iya toh?
http://www.recisydney.org/2015/11/yesus-satu-satunya-jalan-kebenaran-dan-hidup/
Yohanes 14:2 “Di rumah BapaKu
banyak tempat tinggal…” Bagaimana Yesus tahu bahwa ada banyak kamar, ada banyak
rumah, ada banyak tempat di surga? Bagaimana Dia tahu? Yesus tahu ada berapa
banyak kamar di rumah Bapa, justru karena hanya Yesus datang dari rumah Bapa,
dari surga ke dalam dunia.Fakta ini membuktikan bahwa ada hubungan yang unik dan
khas antara Yesus dan Allah Bapa. Ada beberapa ayat di bagian ini yang jelas
menunjukkan ada hubungan yang begitu unik antara Yesus dan Bapa.
- Percaya kepada Yesus = percaya kepada Allah Bapa,
Yohanes 14:1 “Percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu…” To
believe in Jesus is to believe in God.
- Mengenal Yesus = mengenal Allah Bapa, Yohanes 14:7
“Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal BapaKu…” To know
Jesus is to know God.
- Melihat Yesus = melihat Allah Bapa, Yohanes 14:9 “Barangsiapa
telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…” To see Jesus is to see God.
- Yesus berada di dalam Allah Bapa, Allah Bapa berada
di dalam Yesus, Yohanes 14:11 “Aku di dalam Bapa, dan Bapa di dalam Aku…”
God is in Jesus and Jesus is in God.
Di sini jelas menunjukkan Yesus setara dengan Allah Bapa,
Yesus adalah Allah.
Dalam Yohanes 14:5 Tomas berkata
kepada Yesus, “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi, jadi bagaimana kami
tahu jalan ke situ?” Dengarlah jawaban Yesus ini. Kata Yesus kepadanya, “Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa
kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Tiga hal ini saling berkaitan, Yesus
adalah jalan; Yesus adalah kebenaran; Yesus adalah hidup yang bisa
mengaruniakan hidup.
Pertama, Yesus adalah jalan. Apa
artinya? Yesus bukan menunjukkan jalan, Yesus tidak memimpin jalan, tetapi Ia
sendiri adalah jalan. Jesus is not showing the way, Jesus is not leading the
way, Jesus is the way.All religions are not the same. Islam is not the way to God; Buddhism is
not the way to God, Hinduism is not the way to God. Jesus is the one and only
way to God.
Kedua, Yesus adalah
kebenaran. Kata “kebenaran” juga memakai “definite article,” “the” truth. Yesus
bukan salah satu kebenaran dari antara banyak kebenaran. Yesus adalah kebenaran
satu-satunya.Kalau Yesus memang adalah kebenaran satu-satunya, maka pada
hakekatnya semua jalan lain ke surga adalah palsu. Kita melihat bahwa
“kebenaran” di sini bukanlah sepotong informasi akan tetapi merujuk kepada
seseorang yaitu Yesus. Truth is not a piece of information, truth is a person.
Itu sangat penting, karena kita tidak mungkin masuk surga berdasarkan
pengetahuan, berdasarkan kepandaian, berdasarkan apa yang kita tahu. Kita tidak
masuk surga berdasarkan kelakuan kita. Itu adalah pernyataan dari Reformasi,
kita tidak masuk surga melalui baptisan, kita tidak masuk surga melalui pergi
ke gereja, kita tidak masuk surga melalui pelayanan dan uang kita. Itu semua
adalah kelakuan kita. Kita masuk surga berdasarkan kelakuan Yesus; hanya dengan
mempunyai hubungan pribadi dengan Yesus sebagai Tuhan, Raja dan Juruselamat
kita.
Ketiga, Yesus adalah
hidup. Kata “hidup” juga memakai “definite article,” “the” life. He is not “a”
life. He is the life. Yesus bukan satu cara hidup di antara banyak macam, Yesus
adalah sumber hidup itu sendiri. Hanya Yesus sumber kehidupan yang bisa
menganugerahkan hidup benar kepada kita. Jika engkau tidak berada di dalam
Kristus, jika engkau berada di luar Kristus, kalau engkau bukan seorang Kristen
yang sejati, maka engkau tidak mempunyai hidup, engkau mati di hadapan Allah
karena dosa-dosamu. Dia mati supaya kita tidak jadi tersesat dan bisa tiba dengan
selamat di tempat tujuan yaitu di surga. Karena itu jikalau engkau belum
percaya akan Yesus, jangan tunda percaya akan Tuhan Yesus.
Ada Dua Macam Kebenaran
OPINI | 26 December 2012 | 06:51
Jika ada yang bertanya,
kota New York itu berada di timur Jakarta atau di barat Jakarta? Jawabannya
mungkin beragam, ada yang bilang ‘barat’ dan ada pula ada yang jawab ‘timur’.
Jawaban keduanya punya alasan masing-masing. Misalnya, coba saja Anda terbang
ke arah timur pasti akan tiba di kota New York? Tapi, bukankah begitu pula jika
kita terbang mengelilingi bumi ke arah ke bvarat?
Contoh lain, poligami di
dunia barat dianggap tak bermoral, tapi dalam budaya Indonesia dianggap biasa
saja. Di Jepang nyerobot antrian dianggap tak bermoral, dalam budaya Indonesia
hal tersebut masih dianggap biasa. Di pedalaman papua, orang berjalan di depan
umum hanya pakai koteka adalah hal yang biasa, tapi jangan lakukan hal itu di
jalanan kota Bandung, sebab kau akan dianggap gila.
Jadi, mana yang benar?
Nah, banyak orang
berdebat tentang kebenaran. Masing-masing mengklaim diri sebagai yang paling
benar. Aneka argumen dan alasan dimuntahkan. Bahkan, ada yang sampai berakhir
dengan caci maki dan kekerasan fisik. Saya sendiri hanya mengenal dua kebenaran
dalam hidup ini, yaitu kebenaran subjektif dan kebenaran objektif.
Kebenaran Subjektif
Kebenaran subjektif
adalah kebenaran yang melibatkan persepsi pengamatnya, sering pula disebut
kebenaran relatif. Seorang aktivis posmo yang bernama Michael Fackerell pernah
mengucapkan suatu slogan yang berbunyi “All is relative” (Semua adalah
relatif). Ya, semuanya adalah relative. Benar bagi anda belum tentu benar bagi
yang lainnya, tidak ada kebenaran yang benar-benar mutlak.
Bahkan, Einstein pernah
mengemukakan suatu teori yang disebut teori relativitas. Secara sederhana teori
ini menyebutkan bahwa kecepatan/laju suatu benda amat tergantung pada keadaan
si pengamat atau benda lain yang menjadi pembandingnya. Kecepatan tank T-72
yang dikendarai tentara Garda Republik saat perang Irak akan mempunyai angka
yang berbeda jika dilihat dari helikopter Apache yang terbang diam di dekatnya
dan jika dilihat dari pesawat tempur F-16 yang sedang memburunya.
Amrozi Cs ngebom
sana-sini, ratusan orang tewas, ratusan orang pula kehilangan orang-orang
tersayangnya. Apa yang ia katakan “saya melakukan ini karena saya yakin hal ini
benar”. Cuiiihh…lihat…orang gila yang kini di neraka itu mengatakan bahwa
dirinya melakukan sesuatu yang benar. Ya….kebenaran memang subjektif, relatif,
tergantung pada persepsinya masing-masing.
Tidak ada yang betul-betul
salah atau benar mengenai apapun. Apa yang mungkin “benar bagi Anda” tidak
berarti “benar bagi saya.”
Kebenaran Objektif
Kebenaran objektif
adalah kebenaran apa adanya tanpa melibatkan persepsi pengamatnya. Kebenaran
ini melibatkan persesuaian antara apa yang diketahui dengan fakta sebenarnya.
Umpamanya, binatang kaki seribu memiliki kaki 1000. Setelah diteliti ternyata
binatang kaki seribu hanya memiliki 666 kaki, karena pengetahuan tidak sesuai
dengan obyek maka pernyataan dianggap keliru. Namun saat dinyatakan binatang
kaki seribu memiliki kaki 666, maka pernyataan dianggap benar.
Menurut ilmu fisika,
kecepatan cahaya di ruang hampa akan selalu sama dari sudut manapun seorang
pengamat melihatnya. Kecepatan cahaya tidak pernah relatif dan selalu terhadap
pengamat. Kecepatan cahaya selalu benar dari sudut mana pun seorang pengamat
melihatnya. Begitu pula dengan hukum-hukum fisika lainnya, ia berlaku sama di
manapun dan kapanpun di alam semesta ini dan tidak bergantung pada persepsi
pengamatnya. Ini adalah contoh kebenaran objektif.
Matematika dan sains
mendekati kebenaran objektif, maka orang sering menyebutnya dengan ilmu pasti.
Saya katakan mendekati, karena terkadang unsur subjektivitas tetap ada.
Misalnya, bila ditanyakan berapa 2 ditambah 2 pasti spontan dijawab 4, namun
justru ada beberapa jenis soal yang sebaiknya 2 ditambah 2 tidak dijawab 4
namun hasil mutlak dari akar 16. Hal ini ditujukan supaya soal dapat dikerjakan
dengan efisien.
Berikut ini adalah
contoh lain yang tidak serius, misal: bagi tukang cuci-cetak foto lain lagi.
Jika ditanya 2 x 3 berapa hasilnya? Jawabnya ada yang mengatakan Rp 500, Rp
1.000, Rp 2.000. Padahal, dalam ilmu pasti hasil perkalian 2 x 3 sama dengan 6.
Di beberapa swalayan bahkan jika Rp 10.000 uang yang kita miliki dibelikan Rp
9.500 untuk harga sebungkus roti bagelen hasilnya bisa berupa sebungkus roti
bagelen dan 3 buah permen. Padahal yang benar adalah si pembeli mendapat
sebungkus roti bagelen dan uang kembalian Rp 500. Objektif yang menjadi
subjektif bukan?
Jadi, suatu objek dapat
didekati secara subjektif, bahkan di ranah kebenaran objektif sekalipun.
Begitulah, semua objek bisa dipersepsi secara berbeda. Objeknya sama, tetapi
persepsinya yang berbeda. Dulu matahari dianggap mengelilingi bumi, tetapi
kemudian ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa bumi-lah yang mengelilingi
matahari. Objeknya sama, faktanya sama, tidak berubah, dan itu-itu saja, hanya
persepsinya yang berubah.
Kalau begitu relativitas
bisa menimbulkan kekacauan atau ketidakpastian, karena masing-masing orang
sangat mungkin memiliki persepsi atau pemahaman yang berbeda, misalnya dalam
norma-norma sosial?
Betul.
Lalu, apa yang kita
perlukan dalam ketidakpastian ini?
Jawabnya: menetapkan
konsensus bersama.
Ya acuan. Jika kita
berpegang pada acuan yang telah menjadi kesepakatan bersama, saya pastikan
tidak akan terjadi kekacauan. Konsensus dalam bernegara adalah undang-undang,
atau dalam tingkat internasional ada Piagam HAM atau perjanjian antarnegara,
itulah yang harus jadi acuan. Sepanjang Anda tidak melanggar undang-undang yang
telah ditetapkan, seharusnya setiap tindakan Anda tak perlu dipermasalahkan.
Misal, perkara seks
pranikah banyak pendapat yang pro dan kontra. Ya ….kita kembalikan saja pada
acuan yang telah disepakati bersama, yaitu undang-undang. Adakah KUHP mengatur
hal ini? Adakah KUHP menyebutnya sebagai pelanggaran hukum? Tidak ada. Selesai
toh.
Instrumen undang–undang
dibuat untuk menyamakan persepsi masyarakat agar mendekati hanya satu persepsi
saja. Tapi, harus diingat pula bahwa yang membuat undang-undang adalah manusia
juga yang memiliki subjektivitas, sehingga sangat mungkin suatu undang-undang
dibuat dalam kondisi subjektif sehingga terkadang menjadi bias dan
multiinterpretasi. Tetapi, minimal kita telah memiliki acuan yang telah disepakati
bersama.
Lalu, bagaimana dengan
kitab suci, apakah bisa menjadi acuan? Dalam kultur masyarakat yang homogen
satu keyakinan mungkin bisa diterapkan, tetapi dalam kultur masyarakat yang
heterogen dengan keyakinan yang beragam tidak mungkin dilakukan. Hal ini karena
hanya akan menimbulkan anak emas bagi satu keyakinan dan diskriminasi bagi
penganut keyakinan lainnya. Lihat saja, kitab suci dianggap sebagai kebenaran
hanya oleh penganutnya. Di luar penganutnya, semua yang tertera dalam kitab
suci akan dianggap sebagai dongeng, yang sama nilainya dengan isi novel Harry
Potter.
Perbedaan persepsi dalam
memandang kebenaran suatu objek pada hakikatnya bukanlah suatu pembeda yang
saling menghancurkan satu sama lain, namun merupakan pelengkap yang saling menyempurnakan.
Berpikir positif, saling menghargai, toleransi, dan rasa kebersamaan akan
meminimalisir akibat dari perbedaan persepsi atas suatu objek. Kuncinya?
Kembali kita harus mengacu pada acuan yang telah disepakati bersama.
Tak Ada Kebenaran
Mutlak: All is Relative.
Oh ya, ….opini ini pun
relative, iya toh?
http://www.recisydney.org/2015/11/yesus-satu-satunya-jalan-kebenaran-dan-hidup/
Yohanes 14:2 “Di rumah BapaKu
banyak tempat tinggal…” Bagaimana Yesus tahu bahwa ada banyak kamar, ada banyak
rumah, ada banyak tempat di surga? Bagaimana Dia tahu? Yesus tahu ada berapa
banyak kamar di rumah Bapa, justru karena hanya Yesus datang dari rumah Bapa,
dari surga ke dalam dunia.Fakta ini membuktikan bahwa ada hubungan yang unik dan
khas antara Yesus dan Allah Bapa. Ada beberapa ayat di bagian ini yang jelas
menunjukkan ada hubungan yang begitu unik antara Yesus dan Bapa.
- Percaya kepada Yesus = percaya kepada Allah Bapa,
Yohanes 14:1 “Percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu…” To
believe in Jesus is to believe in God.
- Mengenal Yesus = mengenal Allah Bapa, Yohanes 14:7
“Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal BapaKu…” To know
Jesus is to know God.
- Melihat Yesus = melihat Allah Bapa, Yohanes 14:9 “Barangsiapa
telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…” To see Jesus is to see God.
- Yesus berada di dalam Allah Bapa, Allah Bapa berada
di dalam Yesus, Yohanes 14:11 “Aku di dalam Bapa, dan Bapa di dalam Aku…”
God is in Jesus and Jesus is in God.
Di sini jelas menunjukkan Yesus setara dengan Allah Bapa,
Yesus adalah Allah.
Dalam Yohanes 14:5 Tomas berkata
kepada Yesus, “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi, jadi bagaimana kami
tahu jalan ke situ?” Dengarlah jawaban Yesus ini. Kata Yesus kepadanya, “Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa
kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Tiga hal ini saling berkaitan, Yesus
adalah jalan; Yesus adalah kebenaran; Yesus adalah hidup yang bisa
mengaruniakan hidup.
Pertama, Yesus adalah jalan. Apa
artinya? Yesus bukan menunjukkan jalan, Yesus tidak memimpin jalan, tetapi Ia
sendiri adalah jalan. Jesus is not showing the way, Jesus is not leading the
way, Jesus is the way.All religions are not the same. Islam is not the way to God; Buddhism is
not the way to God, Hinduism is not the way to God. Jesus is the one and only
way to God.
Kedua, Yesus adalah
kebenaran. Kata “kebenaran” juga memakai “definite article,” “the” truth. Yesus
bukan salah satu kebenaran dari antara banyak kebenaran. Yesus adalah kebenaran
satu-satunya.Kalau Yesus memang adalah kebenaran satu-satunya, maka pada
hakekatnya semua jalan lain ke surga adalah palsu. Kita melihat bahwa
“kebenaran” di sini bukanlah sepotong informasi akan tetapi merujuk kepada
seseorang yaitu Yesus. Truth is not a piece of information, truth is a person.
Itu sangat penting, karena kita tidak mungkin masuk surga berdasarkan
pengetahuan, berdasarkan kepandaian, berdasarkan apa yang kita tahu. Kita tidak
masuk surga berdasarkan kelakuan kita. Itu adalah pernyataan dari Reformasi,
kita tidak masuk surga melalui baptisan, kita tidak masuk surga melalui pergi
ke gereja, kita tidak masuk surga melalui pelayanan dan uang kita. Itu semua
adalah kelakuan kita. Kita masuk surga berdasarkan kelakuan Yesus; hanya dengan
mempunyai hubungan pribadi dengan Yesus sebagai Tuhan, Raja dan Juruselamat
kita.
Ketiga, Yesus adalah
hidup. Kata “hidup” juga memakai “definite article,” “the” life. He is not “a”
life. He is the life. Yesus bukan satu cara hidup di antara banyak macam, Yesus
adalah sumber hidup itu sendiri. Hanya Yesus sumber kehidupan yang bisa
menganugerahkan hidup benar kepada kita. Jika engkau tidak berada di dalam
Kristus, jika engkau berada di luar Kristus, kalau engkau bukan seorang Kristen
yang sejati, maka engkau tidak mempunyai hidup, engkau mati di hadapan Allah
karena dosa-dosamu. Dia mati supaya kita tidak jadi tersesat dan bisa tiba dengan
selamat di tempat tujuan yaitu di surga. Karena itu jikalau engkau belum
percaya akan Yesus, jangan tunda percaya akan Tuhan Yesus.
Comments
Post a Comment