Skip to main content

Minggu 8 - Disiplin - Mengendalikan Diri

πŸ‘ Tujuan :

1. Anak tahu Yesus dapat mengendalikan diri untuk selalu taat pada Allah.
2. Anak belajar mengendalikan diri untuk taat kepada Firman Tuhan.

 πŸ“– Ayat hafalan :
Efesus 5:1
Sebab itu, jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih
  
🌈 πŸ“£Attention Grabber:

............

πŸ“š Bahan Cerita :

Percobaan di Padang Gurun  (Matius 4:1-4, Lukas 4:1-4) 
Sudah empat puluh hari dan empat puluh malam Yesus berada di padang gurun. Pada waktu siang, matahari sangat panas menyinari padang gurun. Pada waktu malam, dingin sangat terasa di sana. Di tempat itu Yesus berpuasa, tidak makan apa-apa, hanya berbicara dan mendengarkan Allah Bapa.  Setelah selesai waktunya, Yesus sangat, sangat lapar. Iblis datang dan mencobai Dia dengan mengatakan, "Jika kamu adalah Anak Allah, perintahkanlah batu-batu ini dijadikan roti." Apakah menurutmu Yesus bisa mengubah batu-batu itu menjadi roti? Tentu saja, Dia bisa ... karena Dia berkuasa! Tetapi Yesus berkata, "Ada tertulis : Manusia tidak hidup dari roti saja, tetapi dari setiap kata yang keluar dari mulut Allah." Yesus mengendalikan dirinya, Ia tidak mau mengikuti perintah Iblis. Dalam keadaan lapar, Yesus tetap mau taat pada perintah Allah.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga mau untuk terus disiplin, dapat mengendalikan diri dalam keadaan apapun? Ketika lapar, haus, mengantuk, apakah kita dapat tetap taat perintah Allah?



πŸ“ Alat PERAGA:
Gambar Alat Peraga klik disini..

πŸ‘£ Step by Step:

1. Bermain 20 Menit. Dibuka dengan Pujian- Pujian 10 Menit
2. Doa pembukaan sesuai dengan jadwal anak
3. Aktivitas Ayat Hafalan. (Mengulang Minggu sebelumnya)
Tempel kata ayat hafalan yang tertulis dalam kertas berbentuk lingkaran di impraboard berdasarkan urutan Efesus 5:1 Sebab itu, jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih
4. Cerita Firman Tuhan
5. Aktivitas kelas.
6. Tutup doa :
Doa makan dan pulang dipimpin sesuai jadwal anak.

🎼🎸 Lagu :

T-A-A-T , taat, jadilah anak taat (2x)
Kalau kau dipanggil,
jawablah, ya, ya, ya (2x)


Disiplin, disiplin, ayo disiplin
Taati aturan dengan hati-hati
Selalu taat akan Firman Tuhan
S’perti Tuhan Yesus, aku mau disiplin

🚨  IDE Aktivitas :

Berbaris sesuai urutan pada topi.
Masak bersama dan makan secukupnya

GAMBAR Aktivitas:

πŸ†Tugas Orangtua :

Mama dan Papa, bacalah artikel “Disiplin yang sesuai dengan Alkitab  
(terjemahan bebas dari Parents & children, p.452-454).  Kemudian bandingkan dengan tahap perkembangan dan kekhususan anak. Bagaimana komentar Papa dan Mama?


Disiplin yang sesuai dengan Alkitab
Kenn dan Betty Gangel

Keluarga-keluarga di Amerika berubah secara dramatis. Mereka menjadi lebih berpendidikan, menikah pada usia lebih matang (usia rata-rata untuk pria 25,4 tahun), dan tinggal di rumah bersama orangtua mereka lebih lama (lebih dari 50% pria dan 43% wanita berusia 20-24 tahun tinggal bersama orangtua mereka). Tetapi satu hal yang tidak berubah – disiplin tetap menjadi perhatian penting bagi orangtua dan guru di ruang keluarga dan di dalam kelas. Para psikolog dan sosiolog mempunyai banyak pembicaraan mengenai hal ini, dan beberapa di antaranya sangat membantu para orangtua Kristen. Tetapi pertanyaan sesungguhnya adalah apakah yang Alkitab katakan dan bagaimana ayah dan ibu membuat prinsip-prinsip tersebut nyata dalam hubungan keluarga saat ini.
Bukanlah kebetulan kata disiplin berasal dari kata disciple (artinya murid). Digunakan sebagai kata benda, disciple berarti pelajar atau pengikut. Sangat sesuai untuk menjelaskan apa yang orangtua lakukan dengan anak-anak dalam keluarga Kristen! Tujuan disiplin adalah membentuk dan memperkokoh karakter baik, dalam arti membangun perilaku dan mem-pengaruhi lingkungan, yang dimulai sesegera mungkin sejak bayi pulang dari rumah sakit.
Salah satu penyebab banyak orangtua gagal dalam melaksanakan disiplin kepada anak-anak kecil adalah kebingungan membedakan disiplin dengan hukuman. Disiplin berbeda de-ngan hukuman, seperti yang dijelaskan dalam Ibrani 12 : 5-6 – “Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.” (“My son, do not make light of the Lord’s discipline, and do not lose your heart when He rebukes you, because the Lord disciplines those He loves, and He punishes everyone He accepts as a son.”). Kata disiplin, menjadi pusat dalam mendidik anak, digunakan 7 kali dalam pasal ini. Kata hukuman (memukul) digunakan hanya 1 kali dalam pasal ini. Kedua kata ini penting. Keduanya alkitabiah. Dan keduanya berbeda. Hukuman terjadi jika disiplin gagal dilakukan.
Ketika kita mengatakan seorang anak dengan “masalah disiplin”, yang kita maksudkan biasanya bahwa ia tidak  melakukan peraturan yang ditetapkan untuknya. Peraturan dan penjelasan tentang peraturan tersebut itulah yang dimengerti sebagai disiplin – membuat lingkungan dan peraturan yang berisi pelajaran, pola pengasuhan dan proses pendewasaan. 
Pasal dalam Ibrani menunjukkan bahwa disiplin tidak terpisah dari kasih, dan pada kenyataannya, menempatkan anak-anak dalam keluarga. Penulis Ibrani dalam ayat 8 mengatakan, “Jika kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.” (“If you are not disciplined (and everyone undergoes discipline), then you are illigimate children and not true sons.”). Pikirkan tentang anak berusia 3 tahun, ia bertindak tidak malu-malu di depan umum. Ia berlari-lari naik turun tangga gereja, menaiki kursi gereja ; ia melemparkan makanan di sekitar meja makan di rumah makan atau ketika keluarga sedang menghadiri makan malam di rumah seseorang ; tampaknya ia acuh terhadap perintah orangtuanya “stop” atau “kemari” atau “diam”. Kita yakin apa yang kita lihat di depan umum menggambarkan apa yang terjadi di rumah. Anak itu hidup di dunia tanpa batasan. Orangtuanya tidak cukup mengasihinya atau tidak cukup berupaya menerapkan proses disiplin untuk membangun batasan-batasan perilaku yang menentukan yang mana boleh atau tidak boleh dilakukan, kapan, bagaimana, dan mengapa sesuatu dilakukan.
Sangatlah berguna mengingat bahwa disiplin, seperti halnya belajar, adalah sebuah proses dan tidak dapat diharapkan hasilnya hanya dalam 1 hari.Terlebih lagi, ada beberapa jenis disiplin, dan akan berguna jika dilakukan secara bertahap. Sebagai contoh, anak 3 tahun yang diceritakan di atas tadi, harus diberlakukan disiplin yang diwajibkan (”enforce discipline”). Orangtuanya harus memberlakukan sesuatu dari luar diri anak itu, karena sistem pengawasan dirinya belum berfungsi atau sudah rusak karena beberapa peristiwa. Selanjutnya, kita berharap, secara bertahap ia akan masuk ke dalam disiplin pribadi (“self discipline”) – ia mengetahui bukan hanya apa yang seharusnya dilakukan tetapi juga mengapa ia harus melakukannya sebagai manusia yang bertumbuh dalam keluarga Kristen. Tujuan akhir untuk anak itu adalah disiplin seperti Kristus (“Christ discipline”) – secara sukarela menempatkan dirinya di bawah ketuhanan Kristus dengan pekerjaan Roh Kudus di dalam dirinya.
Firman Tuhan mengerti bahwa disiplin orangtua selalu tidak sempurna. Ibrani 12 : 10 mengatakan,”Sebab mereka (baca kita) mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya.” (“Our fathers disciplined us for a little while as they thought best, but God disciplines us for our good, that we may share in His holiness.”). Perbandingannya sangat jelas – Tuhan mengetahui secara pasti bagaimana melakukan disiplin dan di mana perintah dibatasi. Kita melakukan yang terbaik kita dapat lakukan sesuai dengan pengertian yang diberikan Roh Kudus, tetapi yang terbaik itu tidaklah sempurna. Pada kenyataannya kita tidak selalu benar dalam berupaya menjalankan disiplin.
Akhir dari pasal ini sangat membantu, karena mengingatkan kita untuk menerapkan disiplin dan hukuman dengan berani. “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh.”- ayat 11-13 (”No discipline seems pleasant at the time, but painful. Later on, however, it produces a harvest of righteousness and peace for those who have been trained by it. Therefore, strengthen your feeble arms and weak knees. ‘Make level paths for your feet,’ so that the lame may not be disabled, but rather healed.”).
Memang membutuhkan waktu dan usaha untuk memutuskan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan anak-anak kita. Sepertinya kejam memukul tangan kecil yang berulang kali berusaha meraih vas bunga yang dapat pecah atau memainkan kacamata di wajah nenek. Namun  biarkan para kritikus mengajukan keberatan : Pada saat pukulan kecil yang berupa hukuman diberikan, akan dimengerti oleh anak kecil dan merupakan jalinan perilaku yang  kita bangun untuk memimpinnya kepada hidup yang lebih baik.
Ingatlah tidak ada cara terbaik melakukan disiplin ataupun hukuman. Dapat kita katakan tidak ada cara yang paling benar. Cara terbaik adalah menjalankan prinsip-prinsip Alkitab di dalam setiap situasi pribadi  menurut kebutuhan masing-masing keluarga.
Janji dalam pasal 12 kitab Ibrani membuat orangtua berani menjalankan disiplin yang efektif diiringi dengan hukuman seperlunya akan “menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya”.
Jangan sia-siakan waktu !




Comments